Judul : Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun
link : Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun
Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun
Sebuah pantun menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan makna yang ingin disampaikan. Struktur kebahasaan pada sebuah pantun sering juga disebut dengan struktur fisik. Struktur fisik tersebut mencakup diksi, bahasa kiasan, imaji, dan bunyi yang terdiri atas rima dan ritme.
(1) Agar tujuan sebuah pantun dapat disampaikan dengan sempurna, seseorang yang melantunkan pantun harus jeli menempatkan kata-kata tertentu. Penempatan diksi yang tepat menjadi sangat penting. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
(a) Pantun yang digunakan untuk berkomunikasi biasanya menggambarkan masyarakat pada zamannya (zaman pantun tersebut diciptakan), yang tentu saja terlihat pada diksi yang digunakan. Misalnya pantun yang lahir pada zaman tradisional, kerap menggunakan diksi yang berkaitan dengan alam dan kehidupan masyarakat saat itu. Jika kalian perhatikan pantun yang lahir pada masa dahulu, kalian akan menemukan beberapa kata arkais yang sudah jarang ditemukan saat ini. Berikut akan disediakan beberapa kata arkais yang sering muncul dalam pantun tradisonal. Tugas kalian adalah memaknai kata tersebut. Sebagai alat, kalian dapat menggunakan KBBI atau kamus bahasa Melayu dari berbagai sumber.
(b) Akan tetapi, diksi yang digunakan berbeda dengan pantun yang lahir pada zaman modern. Kata yang digunakan seringkali dihubungkan dengan kondisi masyarakat modern dengan berbagai sarana dan prasarana mutakhir.
(2) Dalam pantun sering ditemukan bahasa kiasan, yaitu bahasa yang digunakan pelantun untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yang secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa kiasan di sini bisa berupa peribahasa atau ungkapan tertentu dalam menyampaikan maksud berpantun. Sebelum mengerjakan tugas pada bagian ini, kalian diminta untuk membaca buku tentang ungkapan, peribahasa, dan majas (gaya bahasa). Ungkapan atau bentuk idiom adalah gabungan kata yang menimbulkan makna baru, yakni makna khusus, sehingga tidak dapat diartikan secara sebenarnya. Misalnya isapan jempol dimaknai sebagai ‘tidak bermakna’, bertekuk lutut ‘menyerah’, buah tangan ‘oleh-oleh’, dan sebagainya.
(3) Struktur pembangun pantun selanjutnya adalah imaji atau citraan yang dihasilkan dari diksi dan bahasa kiasan dalam pembuatan teks pantun. Jika kalian melakukan pengimajian, akan menghasilkan gambaran yang diciptakan secara tidak langsung oleh pelantun pantun. Oleh sebab itu, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
Jikalau gelap orang bertenun,
bukalah tingkap lebar-lebar.
Jikalau lenyap tukang pantun,
sunyi senyap bandar yang besar.
Imaji yang dilukiskan pada pantun tersebut adalah imaji visual (melihat) dan imaji taktil (merasakan). Imaji visual dapat dilihat pada baris pertama /Jikalau gelap orang bertenun//bukalah tingkap lebar-lebar/, seolah-olah pendengar melihat ada orang yang sedang bertenun dalam kegelapan, lalu meminta pendengar membuka jendela lebar-lebar. Sementara itu, imaji taktil tergambar pada bagian isi /Jikalau lenyap tukang pantun//sunyi senyap bandar yang besar/. Hal ini membuat pendengar seolah-olah merasakan sunyinya kota pelabuhan yang besar karena sudah tidak ada lagi orang yang berpantun.
Sumber : Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi
(1) Agar tujuan sebuah pantun dapat disampaikan dengan sempurna, seseorang yang melantunkan pantun harus jeli menempatkan kata-kata tertentu. Penempatan diksi yang tepat menjadi sangat penting. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
(a) Pantun yang digunakan untuk berkomunikasi biasanya menggambarkan masyarakat pada zamannya (zaman pantun tersebut diciptakan), yang tentu saja terlihat pada diksi yang digunakan. Misalnya pantun yang lahir pada zaman tradisional, kerap menggunakan diksi yang berkaitan dengan alam dan kehidupan masyarakat saat itu. Jika kalian perhatikan pantun yang lahir pada masa dahulu, kalian akan menemukan beberapa kata arkais yang sudah jarang ditemukan saat ini. Berikut akan disediakan beberapa kata arkais yang sering muncul dalam pantun tradisonal. Tugas kalian adalah memaknai kata tersebut. Sebagai alat, kalian dapat menggunakan KBBI atau kamus bahasa Melayu dari berbagai sumber.
(b) Akan tetapi, diksi yang digunakan berbeda dengan pantun yang lahir pada zaman modern. Kata yang digunakan seringkali dihubungkan dengan kondisi masyarakat modern dengan berbagai sarana dan prasarana mutakhir.
(2) Dalam pantun sering ditemukan bahasa kiasan, yaitu bahasa yang digunakan pelantun untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yang secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa kiasan di sini bisa berupa peribahasa atau ungkapan tertentu dalam menyampaikan maksud berpantun. Sebelum mengerjakan tugas pada bagian ini, kalian diminta untuk membaca buku tentang ungkapan, peribahasa, dan majas (gaya bahasa). Ungkapan atau bentuk idiom adalah gabungan kata yang menimbulkan makna baru, yakni makna khusus, sehingga tidak dapat diartikan secara sebenarnya. Misalnya isapan jempol dimaknai sebagai ‘tidak bermakna’, bertekuk lutut ‘menyerah’, buah tangan ‘oleh-oleh’, dan sebagainya.
(3) Struktur pembangun pantun selanjutnya adalah imaji atau citraan yang dihasilkan dari diksi dan bahasa kiasan dalam pembuatan teks pantun. Jika kalian melakukan pengimajian, akan menghasilkan gambaran yang diciptakan secara tidak langsung oleh pelantun pantun. Oleh sebab itu, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
Jikalau gelap orang bertenun,
bukalah tingkap lebar-lebar.
Jikalau lenyap tukang pantun,
sunyi senyap bandar yang besar.
Imaji yang dilukiskan pada pantun tersebut adalah imaji visual (melihat) dan imaji taktil (merasakan). Imaji visual dapat dilihat pada baris pertama /Jikalau gelap orang bertenun//bukalah tingkap lebar-lebar/, seolah-olah pendengar melihat ada orang yang sedang bertenun dalam kegelapan, lalu meminta pendengar membuka jendela lebar-lebar. Sementara itu, imaji taktil tergambar pada bagian isi /Jikalau lenyap tukang pantun//sunyi senyap bandar yang besar/. Hal ini membuat pendengar seolah-olah merasakan sunyinya kota pelabuhan yang besar karena sudah tidak ada lagi orang yang berpantun.
Sumber : Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi
Demikianlah Artikel Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun
Sekianlah artikel Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Struktur Kebahasaan dalam Teks Pantun dengan alamat link Sapiens